Tawa
mohamad
tohir
MALAM nanti, saya
bersama kawan-kawan Sindikat Baca akan membahas novel teranyar FX Rudi Gunawan
(frg), Tuan Ken(tut). Tuan Ken(tut) kami dapatkan gratis dari penerbit
gagasmedia atas partisipasi kecil kami ikut di program mereka, Arisan Buku.
Awalnya saya kaget sekali ketika
mendengar kata Arisan Buku. Pasalnya, namanya sama dengan salah satu
program bulanan Sindikat Baca. Selama ini kami dengan congkak sekali mengira
bahwa Arisan Buku itu tidak ada duanya selain di Sindikat Baca.
Bagi
saya, merupakan suatu berkah sendiri mendapatkan novel itu. Frg adalah nama
besar. Dia adalah penggagas penerbit spesialis sastra remaja itu sendiri,
gagasmedia. Dia adalah pendobrak yang nyata terhadap kejumudan kreativitas
penulisan sastra yang menurutnya masih terlalu mengagungkan, mengutip bahasa
frg, frame dengan “mindset lama”. Dia membuktikan, bukan hanya Horison yang
bisa memproduksi penulis-penulis dan sastrawan. Lewat gerbong gagasmedianya,
frg bertolak dan membuktikannya.
Nama
frg telah lama saya dengar namun saya baru membaca karyanya ketika saya membaca
majalah Play Boy Indonesia edisi perdana. Bersama dengan frg yang menulis
cerpen berjudul kodrat, ada Linda Christanty, Dewi Lestari, dan wawancara
panjang dengan Pramoedya Ananta Toer.
Ah,
saya terlalu mengagung-agungkan frg. Itu tidak fair. Frg tidak ada apa-apanya
tanpa karyanya. Sama sekali belum membahas karyanya. Itu tidak sah dalam kajian
sastra, menurut penganut new criticism. Novel
yang akan dibahas nanti berjudul Tuan Ken(tut). Judul yang menohok dan membuat
penasaran.
TK
berkisah tentang Ken Turangga Abdi Nuswantoro yang jago kentut dan kentutnya
punya aroma superbusuk. Aroma busuk kentut Ken sulit dibayangkan oleh kepala
manusia, seperti bau limbah pabrik kulit bercampur bangkai tikus, tapi masih
lebih dahsyat lagi (h.2). Karena itulah ken dipanggil Tuan Kentut.
Kentut
itu punya ceritanya yang panjang yang pada akhirnya nanti berpuncak pada acara
peresmian sekolah alternatif gagasan Ken oleh gubernur. Saat itu, ketika
Gubernur memberikan sambutan, tiba-tiba Ken kentut keras sekali dan banunya
menyengat tak karuan sehingga gubernur malah. Tak dinyana, gubernur juga pandai
kentut dan kentutnya juga sama dahsyatnya dengen Ken. Duellah kentut keduanya.
TK,
menurut pandangan saya yang cekak, adalah novel komedi. Tidak perlu serius-serius
bicara soal teori sastra atau tema tentang negara untuk membaca novel ini. Kita
nikmati saja kentut demi kentut yang keluar dari lubang Ken sembari
mengandaikan itu terjadi pada kita. Sebagai sebuah humor, novel komedi,
menuntut pembacanya untuk tertawa. Kita bisa tertawa ketika membacanya, maka
berhasillah novel ini.
Sedikit
mengenai komedi, atau humor, seorang Freudian DH. Monro, dalam Argument of Laughter
mengatakan bahwa ada tiga teori mengenai humor. Pertama, humor dapat tercipta oleh
superioritas. Ketika terjadi sebuah
superioritas posisi satu orang terhadap orang lain, maka banyak orang akan
tertawa. Superioritas itu muncul biasanya kerana sebuah ejekan atau olok-olok.
Misalnya saya bilang pada teman saya yang cantik bahwa ia seperti monyet, hal
demikian dapat menimbulkan tawa. Begitu mungkin maksud Monro. Yang kedua, kelucuan
muncul karena keganjilan. Sedangkan keganjilan muncul ketika terjadi pembelokan
persepsi atas sesuatu. Biasanya dalam kondisi itu, orang akan tertawa. Contohnya,
ada seorang perempuan yang membonceng keledai pada seorang penduduk badui. Perempuan
itu duduk di belakang badui dan berpegangan pada pelana yang terletak di depan
tubuh badui. Saat dalam perjalanan, badui berteriak-teriak hebat. Saat turun,
orang yang kebetulan melihat bertanya pada si perempuan; apa yang anda lakukan
pada si badui sehingga dia berteriak-teriak? Perempuan itu kebungungan dan
menjawab bahwa dia tidak melaukan apa-apa dan hanya diam. Sepanjang perjalanan
dia mengaku hanya berpegangan pada pelana kuda karena takut jatuh. Faktanya,
badui tidak pernah pakai pelana saat naik kuda.
Yang
ketiga, humor atau tawa tercipta karena kelegaan. Kelegaanmuncul ketika
seseorang bebas dari beban berat yang ditanggungnya dan cukup menyusahkan.
Seorang lelaki yang sedang jatuh cinta, merasa lega sekali setelah tahu
cintanya diterima. Dia akan tersenyum, tertawa.
Apakah
Tuan Ken(tut) sebagai novel komedi berhasil membuat kita tertawa?
Sebaiknya
kita tengok saja!
Bojonegoro,
4 Januari 2014
Posting Komentar