Untuk
Membaca Cerpen-Cerpen di Kumpulan Cerpen Negeri Atas Angin-nya Wina Bojonegoro
MOHAMAD
TOHIR
“Burung-burung berkicau, seperti para ahli
berdebat mengenai kebenaran”
[Kitab Omong Kosong, Seno Gumira Ajidarma ]
SEORANG
penulis yang saya sukai, namanya Linda Christanty, menulis seperti ini di
epilog antologi Cerpen Kompas 2008, Smokol : “teks cerita pendek sebagai teks
sastra punya dunia sendiri. Ia bukan potret dari dunia ini, juga bukan
reproduksi. Ia, sekalipun realisme, menyeleksi bagian tertentu untuk mencapai
efek tertentu dan kalaupun ia meninggalkan sebuah bagian yang seolah tak
lengkap, tidak berarti ia cacat. Ia justru memberi ruang pada tafsir dan
imajinasi pembacanya.”
Tutur
Linda tersebut saya kutip sebagai pendukung untuk tulisan ini yang sengaja
tidak bicara soal tema-kalau sepakat pada Damhuri Muhammad bahwa kumpulan
cerpen ini adalah tentang Perempuanologi (sebuah istilah yang belum dirumuskan
oleh para pakar). Kalau toh dipaksa untuk sedikit menyinggung tema, maka
cukuplah saya catat di sini bahwa telah ada lompatan maju dari Kumpulan Cerpen
Wina sebelumnya, Korsakov, ke yang ini. Perempuan yang dinarasikan oleh Wina
yang juga perempuan (?) dalam Korsakov adalah eksplorasi identitas yang
cenderung bertolak ukur anatomis-biologis (Subjektivitas Perempuan dalam
Lingerie, Ashree Kacung). Dan pada yang ini-Kumcer Negeri Atas Angin-Wina lebih
mengeskplore tema perempuan dengan titik tolak pemikiran, kejiwaan, sikap, dan
reaksi sosial.
Bukan
berarti soal tema itu tidak penting. Tema keperempuanan penting dibahas dan
didiskusikan selama perempuan masih ada dan masalah demi masalahnya terus saja
bermunculan. Tema itu terus dibahas hingga kini tanpa henti, tentunya, dengan
terus bermunculannya buku-buku baru baik hasil penelitian ilmiah, analisis,
maupun berupa karya sastra. Semua itu adalah ikhtiar dan cara untuk
memformulasikan tema yang masing-masing mempunyai koridor, aturan, bangunan
logika, dan metodologinya sendiri. Jadi jelaslah bahwa memformulasikan tema
perempuan (atau entah apa) melalui karya sastra, dalam hal ini cerita pendek
(karena cerita pendek adalah karya sastra) adalah soal cara. Dan cara ini tidak
bisa dianggap tidak penting. Misalnya saja, tema tentang kesederhanaan, akan
berbeda antara dibahas secara ilmiah formal dengan melalui sebuah cerita.
Paling tidak, begitulah yang dapat saya pelajari dari cerita nabi-nabi dan
dongeng-dongeng (kabel) binatang.
Seorang
penulis yang saya sukai lainnya, AS. Laksana namanya, juga pernah menulis bahwa
soal tema dari zaman Gustave Flaubert hingga Seno Gumira Ajidarma pada dasarnya
adalah sama: cinta, perselingkuhan, moral agama, keadilan, pertentangan kelas,
kesunyian, dst.
Sederhananya
adalah seperti ini: sama-sama menulis tentang perselingkuhan tetapi mengapa
tidak secetar membahana Gustave Flaubert, atau Leo Tolstoy? Misalnya. Sah saja
orang curiga, kita tak bisa sebagus mereka dalam membuat bentuk cerita bukan?
Seorang
penulis yang saya sukai lainnya juga pernag berkata, namanya Djajus Pete:
keindahan sebuah karya sastra adalah pada bentuknya.
Inilah
yang kemudian saya percayai dan pegang untuk membaca karya sastra, sebelum pada
akhirnya toh tetap juga membahas tema. Namun, dalam ruang gerak yang terbatas
ini, bolehlah kiranya saya memilih untuk agak mengabaikan tema.
Keindahan
Bentuk
Sastra
adalah soal cara. Cara membentuk. Yakni, soal bagaimana menyampaikan atau
menajamkan gagasan, tema, ide dalam sebuah bentuk. Kalau sudah masuk pada ranah
ini kita akan bertemu dengan berbagai ragam dan warna sebuah bentuk. Di sini
penulis sastra dituntut kreativitasnya. Misalnya Anton Chekov dengan O Henry
sama-sama menulis tentang orang gila. Mereka mengkonstruk ceritanya secara
berbeda. Chekov mengolah bentuk ceritanya pada kepadatan kata dan ceplas-ceplos
sedangkan O Henry pada kelihaian membuat kejutan, misalnya.
Tanpa
menghitung, tentu saja banyak penulis sastra di dunia ini dan masing-masing
punya pegangan atau teori atau kekhasan bentuk atau apapun namanya
sendiri-sendiri (meskipun tidak menutup kemungkinan banyak yang sama). Karena
saking banyaknya dan semuanya rumit-rumit, maka saya paparkan sedikit saja di
sini dan juga sedikit disederhanakan.
Berikut
ini hasil utak-utek sementara sebatas kemampuan saya (semoga bisa diterima!) :
1.
Kalimat Pembuka yang kuat dan bagus. Tokoh yang biasa dijadikan kiblat di
antaranya Frans Kafka, Gabriel Garcia Marques.
2. Efek
kejut. Imamnya biasanya adalah O Henry, Gy de Maupassant, Putu Wijaya (yang
terakhir ini asli Indonesia, saya termasuk orang rakus melahap cerpennya).
3. Plot
yang rapi. Tokoh yang biasanya dijadikan imam adalah Sir Arthur Conan Doyle,
Dan Brown, Remy Silado, Ernes Hemingway, dll.
4.
Banyak pesan moralnya. Tokoh panutannya biasanya Paulo Coelho, Andrea Hirata,
A. Mustofa Bisri, dll.
5.
Diksi yang indah dan detail yang hidup. Yang dijadikan rujukan biasanya Alif
Danya Munsyi, Yapi Tambayong, Kiai Ahmad Tohari
6.
Imajinasi yang liar. Tokohnya biasanya Danarto, J. Rolling, Seno Gumira
Ajidarma, Haruki Murakami, dll.
7.
Dialog yang hidup. Putu Wijaya, Seno Gumira Ajidarma biasanya pintar bermain di
soal ini.
8.
Menghibur dan tidak membuat pembaca cekut-cekut. Tokohnya biasanya Fredy S.,
Motinggo Busye, Dono Warkop, Raditya Dika, dll.
9.
Judul yang Bagus. Tokohnya bisa siapa saja. semua penulis nampaknya pernah membuat
judul yang bagus-bagus. Tapi saya paling suka judul-judul karya Putu Wijaya.
Misalnya: TOL, Babu, Keok, Kentut, Bila malam Bertambah Malam, dll.
10.
Dll. Tentu saja itu semua ini belum bisa mewakkili kesemuanya.
Dari
kesemua pengelompokan itu mungkin bisa dijadikan pisau untuk membaca sebuah
karya sastra. Pembaca sastra bisa menentukan kekuatan dan akurasi dan kualitas
atau apa namanya sebuah karya sastra yang dibaca dengan mempertimbangkan itu
semua. Apakah karya ini bagus plotnya atau bagus kalimat belakangnya atau
dialognya atau entah apanya. Barulah kemudian pembaca bisa menilai. Tentu saja
kesemuanya itu tidak mungkin terpenuhi semua dalam diri satu penulis atau judul
karya.
Membaca Kumpulan Cerpen Negeri
Atas Angin.
Tentu
saja harus disepakati bahwa menilai karya sastra adalah aktivitas yang
subjektif. Unsur suka dan tidak suka, tingkat pemahaman dan pendidikan dan
penguasaan teori dan pengalaman pribadi dan jam terbang dan kekayaan bacaan,
amat menentukan sekali. Kata “Atas Angin” bagi saya sangat indah sekali tetapi
belum tentu bagi pembaca yang lain itu indah. Begitu pula sebuah cerpen secara
utuh.
Kalimat
Pembuka yang bagus
Pembuka
yang bagus akan memantik penasaran pembaca untuk segera melahap habis
kalimat-kalimat berikutnya. Ini dapat saya temui pada :
1.
Aurora-Aurora. Saya kutip langsung saja: Tiba-tiba aku menyukaimu. Sudah
kuputuskan, sore ini ketika burung-burung pulang ke kandang di rimbun
pepohonan, ketika aku tahu bahwa kau ternyata wanita yang perkasa, itu adalah
kekagumanku sebagai lelaki, yang entah sejak kapan merasa perlu didampingi oleh
seorang perempuan perkasa. Perkasa sepertimu.
2.
Dunia Angka, Maukah kau kuberitahu sebuah rahasia? Kalau
begitu,
mari, duduklah di sini. Di dekatku. Sebab, ini rahasia yang hanya kita berdua
tahu. Jangan sampai ada orang lain yang mencuri dengar percakapan ini, sebab
itu berarti kematian bagi kita.
3.
Mimpi Tentang Dong Mon. Mulanya aku sendiri tidak mengerti, untuk apa
sesungguhnya aku kemari….
4.
Catatan Seorang Wanita Lain; Darimana kisah ini harus kumulai, Pak Tua?...
5. Dll.
Efek
Kejut
Sebuah
karya yang punya efek kejut dan ketidakterdugaan biasanya akan membuat
pembacanya bergumam; Edan! atau Lhoh, kok….! Atau kadang geregetan. Sebuah
ekspresi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata pokoknya.
1.
Malaikat Yang Menyembunyikan Sayap
2.
Perempuan yang Menikahi Kura-Kura
3.
Hujan Bulan Januari
4.
Tentang Drupadi
Plot
yang Rapi
Plot
menurut EM. Foster adalah hubungan atau keterkaitan bagian-bagian cerita dalam
satu bangunan cerita. Ini dapat ditemui pada :
1.
MOZAIK.
Imajinasi
yang Liar
1.
Malaikat Yang Menyembunyikan Sayap. Tentang mengelabuhi kematian dan
pengorbanan seorang kekasih untuk keselamatan dan nyawa kekasihnya.
2.
Jalan Surga untuk MoYa. Cerpen ini dipersembahkan untuk kawan dekat Wiona, Lan
Fang, yang telah meninggal dunia sekitar 2010-an lalu. Cerpen ini adalah memoir
dari dunia lain tokoh aku, Mo Ya, yang sudah mati.
3. Perempuan
yang Menikahi Kura-Kura. Perempuan yang hendak menikahi kura-kura piaraannya
karena hamil karena diperkosa oleh seorang tokoh penting sebuah desa. Cerpen
ini tersinspirasi dari cerpen AS. Laksana di Jawa Pos tahun lalu, Perempuan
yang Melahirkan Kura-Kura.
Dialog
yang Hidup
1.
Orang-Orang Sakit. Sebagian besar prosentasi cerpen ini adalah dialog. Terasa
benar dialog dalam cerita ini nancep banget!
2.
Catatan Seorang Wanita Lain.
Demikian
mungkin catatan sederhana ini dibuat tanpa pretensi apa-apa selain ikhtiar
untuk membaca sebuah karya sastra, termasuk menganggap bahwa cerpan-cerpan yang
tidak disebutkan berarti jelek atau gagal. Sebuah karya menjadi jelek hanya
karena pembacanya yang tidak mampu menemukan kebaikannya. Begitu barangkali yang
saya yakini! Sebuah cerita pendek atau karya sastra yang baik selalu meiliki
kemungkinan – kemungkinan pembacaan dan lapisan-lapisan makna yang banyak. Yang
saya lakukan barangkali hanyalah sebatas menengok. Lapisan-lapisan lain akan
ditemukan oleh pembaca-pembaca lainnya. Yang pasti adalah, tanpa pembacaan,
sebuah penilaian atau komentar tidak mungkin terjadi. Dan, tentu saja,
pembacaan yang lebih mendalam dan matang perlu dilakukan untuk menimbang dan
menikmati karya ini oleh siapapun yang bakal menjadi pembaca dengan teori atau
caranya sendiri-sendiri. Ditemani secangkir kopi di sore hari, barangkali bisa
menambah gairahnya. Sepanjang Wina Bojonegoro tidak mencampur bubuk sianida
pada cangkir kopi kita, agar tidak bisa bicara dan saling berbagi. Amin!
Apapun
itu, yang pasti, kumpulan cerpen Negeri Atas Angin ini adalah sebuah
persembahan untuk kita semua, pemuda Bojonegoro yang menggelorakan Atas Angin
dalam ruang dan cara kita masing-masing. Atas Angin adalah sebuah spirit
kepercayaan diri betapa bernilainya diri kita dan rumah kita. Lantas, mengapa
tidak kita nikmati saja?
Monggo-Monggo!
Bojonegoro,
23 Agustus 2014.| 03.45 WIB
PS: Catatan ini perlu mengalami
banyak penyempurnaan. Demikian nanti bisa dibaca ulang atau dicopy paste oleh
siapapun dari website Atas Angin (www.atasangin.com)
PERPUSTAKAAN
* Negeri Atas Angin Kumpulan
Cerpen, Wina Bojonegoro, Padmamedia, Surabaya 2014
* Doolitdodolitdodolibret,
Kumpulan Cerpen Kompas 2010, Penerbit Kompas * www.ekakurniawan.com
* Perempuan yang Melahirkan
Kura-Kura, AS. Laksana, Jawa Pos Minggu, 13 Maret 2013 * www.atasangin.com
* Cinta Sejati, Gui Dy
Maupassant * BOR, kumpulan esai Putu Wijaya
* Dll.