Oleh Mohamad Tohir
INI adalah
puisi - puisi yang pernah saya tulis beberapa tahu lalu. Sejak saat itu tidak
pernah lagi menulis puisi. Menulis puisi bagiku saat ini adalah seperti berak
di masjid. Entah kenapa. Kuposting di sini sebagai pengingat bahwa saya adalah
penista agama, yang jauh lebih menyebalkan ketimbang Ahok.
Semoga Anda membenci saya:
PLATONIK
Eka bertemu kembali dengan Agung
sore itu
Pada detik awal, mereka beku
Dan leleh saat tiga cangkir teh
tiba di meja
“Dia temanku di pesantren,” Eka
berkata pada suaminya yang tengah menyulut kretek
Anak Eka menggelayut di kakinya
Dan mereka sama – sama tahu
meski tak serumah dan saling sapa,
getaran di tengkuk Eka tak akan
sirna
Tak ada yang lebih besar dari cinta
yang tak bersatu, sebab tak terbagi
2011
LELAKI BERMATA SATU
Beberapa bulan lalu, lelaki
bermata satu berjalan tertatih menapaki jalan setapak penuh belukar
Di balik belukar itulah Jakarta
Telah dihabiskannya sepanjang masa
berkabung setelah anak dan istrinya dibantai di malam gerimis itu, untuk
menuntut keadilan.
“Sang pembunuh harus dipancung.”
Telah diucapkannya kalimat itu
ribuan kali setiap orang bertanya apa tujuannya berjalan ribuan mil dari
Banyuwangi hingga Jakarta.
Dia tahu siapa yang hendak
dituntut dan bagaimana caranya. Selagi mampir di sebuah kedai ciu di Ngawi
beberapa bulan lalu dia sempatkan mencuci bola matanya yang berdebu. Orang – orang hanya melihat dan bergumam
masygul bahwa perjalanannya akan sia – sia. Namun setelah dia pungut matanya
dari baskom cucian, jelas sudah semuanya.
Seminggu di Jakarta, dia bingung
saat matanya memergoki di bundaran HI seorang ibu bercumbu dengan pemuda
berseragam SMA. Adegan itu mengganggu pikirannya. Kini bila kau bertanya dimana
lelaki bermata satu itu, cukuplah jenguk ia di apartemen tante Rosi. Dia
menjadi pencuci pakaian di sana dengan upah bercumbu dengan perempuan berlubang
gigi buaya di pagi hari sepuas dia mau.
Ingatkan dia, anak dan istrinya
tengah bosan bersantap sup di alam kubur setiap hari. Di tengah kuah sup dalam
baskom besar yang selalu megepulkan uap, bola mata bernanah menyembul.
Pare, 3
Mei 2011
PAK BADAR
Hai, dosenku yang berewok seperti
Kapten Haddock!
Kau orang paling goblok yang
pernah kutemui di kampus ini
Kau berteriak tentang Mu’tazilah
yang katamu sewenang – wenang
Sementara aku menyimak kuliahmu
sambil bercumbu dengan Asia Carrera yang baru mencukur j****tnya
Dan di dalam mimpiku
Kau bercumbu dengannya
Anumu berbulu api
yang membakar negara Islam
dalam perang badar jilid dua
tahun depan
20 September
2011
MENJEMPUT PAMAN
Si kecil Agung mengayuh sepeda
onta berkarat
Ia sambut titah bibi Mona: pukul
dua Paman Gober tiba dengan KRD
Pukul tiga kurang seperampat bom
meledak di stasiun
Dari balik reruntuhan, Paman Gober
melihat sepeda onta berkarat itu tergeletak di bawah mahoni sekitar parkiran
Di belakangnya, stasiun telah
menjadi abu
04
April, 2012
PAHLAWAN KESIANGAN
Teto tergopoh – gopoh hendak
menemui Atik
Dibawanya sebesar lima juta dalam
mata uang asing
Dalam kepalanya berkelebatan kisah
– kisah pembebasan budak Afrika
Dia gedor pintu kamar bercat merah
muda itu
Diana melenguh dalam rengkuhan
lelaki bertato babi
Hanya itu yang dikatakannya pada
kepala reserse di kota, tanpa mencuci tangannya yang berlumur darah
Kampungbaru,
2012
BUDAK
Ia telanjang menghadap kekasihnya
Pada kulit kontolnya ada kupu –
kupu bersayap merah
“Selama kau kekasihku, kupu – kupu
itu.... ,” kata kekasihnya tak selesai
Ia sadar, perbudakan tak pernah
sirna
April
2012
TOGA
Lelaki masam memakai toga yang
dulu tak jadi dipakainya saat Hari H
Wisuda
“Beginikah sarjana?” tanyanya pada
cermin
Kumisnya semakin tebal
Dan toga itu meskipun berdebu
tetap harum
Pada malam yang sedikit nampak oleh
cermin, ia menyapa,
“Apakah kegelapan akan selalu
bersamamu?”
Ia berjalan keluar
Udara basah dan kesedihan semakin
menjadi
Ia ingat, sedari pagi belum makan
Di dompetnya hanya tersisa foto 3
x 6 cm pacarnya yang kini sudah kawin dengan lelaki dengan jas kulit naga
5 Oktober
2012
SAJAK JAHAT
Pikirnya, dengan menulis sajak ia
tak akan lagi menjadi bajingan
Tak disadarinya, sajak yang dia
buat adalah kepengecutan paling jahat
Sejak itu dia tak lagi menulis
sajak
Hingga aku bertemu dengannya
kemarin
Ia sedang menulis sajak
Diberikannya padaku satu larik,
satu kata:
“Jancok!”
Klampok,
2 Februari 2013
PENDEKAR PATAH HATI
Seekor capung hinggap di mulut
gelas tuak pendekar bercaping
Segera ia bangkit dan meloloskan
pedangnya
Tiba – tiba dirasai tengkuknya
gigil
Di belakangnya, perempuan berkulit
warna bohlam terkesiap, bulir keringat jatuh dari ujung alis
Sang pendekar melihat tato capung
di bawah leher perempuan itu
Monginsidi,
2 Maret 2013
SANTIAGO
Penggembala itu menuntun kambing -
kambingnya melewati tiga gurun pasir
Saat tiba di rumah pedagang tua
itu, tiga dari enam kambingnya telah mati
Fatima, anak perempuan si
pedagang, menyapanya:
“Aku tahu, kau kehabisan cerita
dari buku - buku. Tak apa, ceritakan tentang bagaimana kambing – kambing itu
mati.”
“Tidak, akan kuceritakan bagaimana
kambing - kambing itu hidup,” jawab Santiago
Pemuda berkaki lebar itu bercerita
tentang tiga ekor kambing yang mengajarinya membaca
4
Januari 2013
CINTA
Selalu saja mereka bicara tentang
perjalanan naik gunung dan kawin dengan pesta orkes melayu
dan juga amplop – amplop berisi
selip yang dulu bergambar Soeharto
Mereka tak pernah bicara tentang
cinta
Ketahuilah, sembilan dari sepuluh
pasangan kekasih di muka bumi ini tak pernah membaca kisah cinta
Sebab, saya tak pernah
menuliskannya
22 April
2013
RINDU INI, KEKASIHKU
Kekasih, saat kau kumasukkan dalam
tas kuning itu
aku sudah was – was kau bakal
meninggalkanku
Sesaat setelah semut – semut
mencumbu tas kuning itu
Kau kubakar
Kau tahu apa yang terjadi
setelahnya?
Aku menangis geru - geru
13 April
2013
SINTA
Saat disodorkannya cincin sialan
itu, Hanoman tak pernah bertanya padamu, cinta seperti apakah yang bersemayam
dalam jiwamu
Hanoman tahu tanpa bertanya sejak
cincin itu diterimanya dari Rama, bahwa pertanyaan itu tak penting lagi
Sejak itulah, Hanoman belajar
mencinta
Ngomong – ngomong, kau tak pernah
tahu, Sinta;
Hanoman jatuh cinta padamu
23 Juni
20
PETANG DI TERMINAL
Angin beku saat kita berjalan
saling tuju dalam siraman lampu berkerubung laron
Senyummu meremahkan sekaleng
keraguan yang membeku dalam kulkas jiwaku
Dengan remah – remah itu aku
bicara padamu tentang sebuah sajak yang ditulis Goenawan Mohamad mengenai ketakpastian
yang tak pernah akan pasti
Kekasihmu mempertemukan kita di
petang itu,
di terminal
Saat dia membawamu pergi dariku
beberapa menit kemudian, kau tentu melihat senyumku
; yang akan kuberikan padamu di
hari – hari selanjutnya
Kau tahu?
Inilah mukiyo!
Monginsidi,
Februari 2014
SAYA MASIH BENTO
Untuk Dahlan Iskan
Dalam badai kebosanan
Aku telanjang di dalam kolam ikan
beraroma buah limun
Seekor ikan muhajir mencocol
kontolku
“Seharusnya kau tak telanjang,”
kata muhajir
“Aku masih bento,” jawabku
29
Januari 2013
CATATAN PINGGIR
Goenawan Mohamad berjalan tertatih
di aspal penuh anyir darah
Perang sedang lerai tanpa
kepastian sementara para kafilah berjubah terlanjur menjagal tubuh catatan –
catatan pinggir yang dia buat sepekan sekali itu
Darah muncrat dari tubuh catatan –
catatan yang dia buat pada fajar sehari sebelum lontar penuh wibawa itu terbit
Lontar yang pernah dijagal pada
masa lalu dan bangkit ketika sebuah rezim tumbang
Catatanmu tak pernah memberi
kepastian. Selalu menjunjung ketakmungkinan dan ketakberpihakan. Ini fasis,”
kata pria bermuka Gaspar di antara kerumunan kafilah
Pada sore yang gerimis
seorang pengemis kecil duduk dalam
lindungan terpal kaki lima
dia rogoh sakunya yang penuh sesak
oleh sebungkus helai kertas berisi receh
Dibukanya bungkusan recehan itu.
“Batman,” ejanya pada sesobek
kertas pembungkus recehan tadi sembari membayangkan kesatria kegelapan itu
muncul dengan mobil hitam lalu sepasang spionnya menabrak satu bambu penopang
terpal tempat dia berteduh
“Wedus,” begitu ia akan mengumpat.
Pada pagina di balik catatan dalam
genggaman pengemis kecil itu, kafilah sedang memekik bahwa api perjuangan
menuju tatanan Tuhan akan terus dikobarkan
Namun yang muncul di depannya
setengah jam kemudian bukannya Batman maupun Bruce Wayne,
melainkan Goenawan Mohamad
berambut perak yang tengah menangis kelaparan
Katanya dia hendak berhenti
menulis catatan pinggir
7
Agustus 2013
KEBANGKITAN (2012)
Telah kusiapkan sebuah buku
kumpulan sajak untuk menyambut kiamat yang kata orang akan segera tiba di ujung
tahun ini; kuhitung ada 13 sajak, seperti
angka setan
Kubayangkan aku akan tersedot oleh
sebuah hawa yang datang dari lubang selokan pinggir rumahku saat hari itu tiba;
neraka itu menyedot
Sebab pernah aku berpikir bahwa
neraka ada jauh di ujung lubang itu; hingga
kini belum pernah kucoba
Setiap kali aku duduk memandangi
lubang itu hanya tikus hitam sebesar tungkai kaki yang muncul dengan bulu –
bulu rontok; api neraka di ujung lubang
telah memuarkan bulu – bulunya, barangkali
Malam tahun baru, aku bercumbu
dengan seorang perempuan gemuk berwajah penuh belatung; seperti pisang klutuk, tanpa biji – biji sialan itu, adalah yang paling
manis
“Dimana buku kumpulan sajakmu?”
dia bertanya
“Telah kumasukkan ke dalam lubang
selokan kemarin sore, Sri” jawabku. Namanya memang Sri
Lalu kami masuk ke lubang itu; tak ada yang lain di sana selain kebahagiaan
12
Januari 2013
SENJA
Di beranda, lelaki itu duduk
sendiri dengan secangkir teh tanpa gula
Sudah sejak setengah jam yang lalu
istrinya pamit membeli gula cap Panda
Di ujung gang masuk kampung, tiga
berandal mabok menubruk Elisa dengan motor tanpa pelat
Lelaki itu terhenyak
Teh di cangkirnya mendadak manis
Monginsidi,
2014
LELAKI GANTENG
Dia duduk dengan muka masam di
bangku depan kantor pajak
Dia tengah menunggu Vidia,
perempuan berbokong buah pir yang selalu dibikinkan sajak
Sejam menanti, dia tertidur dan bangun
ketika lapisan gelap mulai menyergap
Ada lolong binatang di kakinya
yang memberinya kabar:
Vidia tengah mengandung dua bulan
“Kau tak diundang saat pesta kawin
penuh pejabat itu,” kata binatang yang melolong itu
Sayang lelaki itu tak paham bahasa
binatang
Kegantengannya membuatnya buta
siapa dirinya dan tuli pada bahasa inti
Lelaki ganteng itu adalah setan
yang gagal mencumbu bidadari di surga
Sebab ia tak berkontol
Sayang dia tak kunjung belajar
Bojonegoro,
2014
GUS DUR
Pukul 9 tahun 2001 pada bulan dan
hari yang aku telah lupa
Aku mendatangimu bersama Japrak
dengan sepeda Phoenix di alun – alun kota
Aku berpeci rajutan warna biru dan
Japrak berkaus oblong hitam gambar tengkorak dengan bercak darah
Kau, Gus Dur
bercerita tentang safinah dan ruang - ruang pengetahuan
Safinah,
Gus
Kini aku mabok di atasnya
Sejembret getah memori muncrat
dari lambungku
Sementara pengetahunku tak pernah
beranjak dari ruang pengap berdinding keangkuhan
Desember
2014
Sebenarnya saya juga berniat membukukannya
(puisi-puisi yang pada tahun 2011 dan 2012) pada akhir 2012 lalu. Namun karena
kiamat tidak jadi, akhirnya nggak jadi terbit. Pdfnya sudah ada. Anda bisa meminta saya secara gratis.