KE MANA BUKU-BUKUKU? (3)



Oleh : Mohamad Tohir

Nicholas Saputra (sebagai Gie) baca buku.
KALAU menyadari bahwa aku memiliki koleksi sekitar 200-300an buku, aku merasa luar biasa sekali. Belum tentu seorang dosen di Bojonegoro ini punya koleksi sebanyak punyaku. Tidak menggenalisir sih. Beberapa minggu yang lalu aku ketemu seorang dosen yang mengaku punya tak lebih dari 2o buku di raknya, Itupun kebanyakan buku-buku praktis yang how to how to itu. Dia menyebutkan sebuah novel miliknya yang dia suka tapi lupa judulnya. Kutebak judulnya setelah dia cerita sekilas mengenai garis besar isi buku itu yang ternyata benar. Buku itu adalah Tuhan Ijinkan Aku menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan.
   Tapi menyadari bahwa buku-buku yang kupunyai itu ternyata tidak membuatku berkembang lebih baik, rasanya menyedihkan sekali. Dari aku membeli buku pertama di tahun 2007an lalu hingga sekarang, aku masih begini-begini saja.
   Aku juga menyadari bahwa dari sekian buku-buku itu, hanya segelintir saja yang kubaca tuntas dan benar-benar serius. Kebanyakan buku-buku yang kubeli adalah yang menurut para pesohor bagus dan recommended yang aku langsung percaya begitu saja. Kucatat dalam ingatan dan begitu ada kesempatan uang dan waktu aku langsung beli. Sepertinya buku telah menjadi berhala bagiku.
   Rasanya aku malu sekali. Di belahan dunia sana, bertahun-tahun yang lalu, Frans Kafka bilang : “BUKU HARUS MENJADI KAPAK”. Kapak di desaku disebut perkul atau pecok.

Sekilas Info :
Aku sedang membaca ulang Norwegian Wood karya haruki Murakami. Tokoh utama buku ini, Toru Watanabe, membaca berulang – ulang hingga lima kali buku karya F. Scott Fitszgerald The Great Gatsby tanpa sedikitpun bosan. Rasa seperti itulah yang kurasakan saat mengulang Norwegian Wood.

Posting Komentar

Páginas

 

Copyright © Sebatas Menengok | Powered by Blogger | Template by 54BLOGGER | Fixed by Free Blogger Templates