Mohamad Tohir
SAYA
baru saja bermimpi dan saya rasa ini adalah kalipertama di dua tahun ini
(2013-2014). Kadang saya merasa khawatir ada masalah dengan kesehatan
reproduksi. Sebab, normalnya lelaki seusia saya, paling tidak dalam sebulan
mimpi sekali. Itu kata teman saya yang entah darimana sumbernya.
Saya sedang tiduran sore hari sambil membaca Eleven Minutes karya Paulo Coelho. Novel
ini berkisah tentang seorang pelacur bernama Maria yang sedang mencari
ketenangan jiwa lewat persenggamaan. Bagi Maria, seks bukanlah sekadar
pergulatan badaniyah saja. Ada momen
uluhiyah saat seseorang orgasme yang waktunya tak pernah lama itu. Dalam
tradisi orang-orang pagan, kalau pendapat professor Langdon dalam The Davinci
Code itu kita percaya, waktu paling memungkinkan dan baik untuk bertemu dengan
Dzat Tuhan adalah saat pikiran melayang ketika orang orgasme karena bersetubuh.
Eleven Minutes merujuk pada lama
waktu orang biasa bersetubuh, dimulai sejak penetrasi hingga orgasme.
Hanya saja, menurut saya, novel Coelho lemah di karakter.
Coelho terlalu menonjol dalam setiap tokoh-tokohnya. Saya hampir tak bisa
membedakan mana Maria, mana Milan, Mana Ralf, mana lelaki dan mana perempuan
kalau tidak ada petunjuk-petunjuk berupa nama yang berbicara. Isi pembicaraan
rasanya sah-sah saja diucapkan oleh Maria maupun yang lainnya. Semuanya yang
bicara dan berpikir adalah Coelho. Inilah mungkin yang mustahak dipertanyakan
oleh Goenawan Mohamad; mengapa menulis
fiksi?
Membaca Eleven Minutes saya tertidur. Saya bermimpi sedang
berduaan dengan seorang perempuan yang entah siapa namanya. Aku juga tak ingat
wajahnya. Dia pakai kaus putih dan rok warna hijau tua. Rambutnya saya juga tak
ingat. Wajah saya sendiri saya juga tak ingat. Rasa-rasanya saya jadi orang
lain.
Kami naik mobil keliling gang-gang di sebuah kompleks rumah
sakit, menerobos hujan lebat, mampir minum di rumah, keliling lagi, hujan reda,
hujan lagi, dan saya janjikan perempuan itu bermalam di penginapan saya di
sebuah taman yang sejuk dan indah. Dalam mimpi ini, kadang-kadang saya tiba-tiba
menjadi si perempuannya.
Menjelang salat jum’at, kami istirahat di kamar di rumah
entah siapa. Perempuan itu memijiti saya. Seseorang masuk ke kamar kami
dan mengingatkan agar saya segera
berangkat salat jum’at. Pada saat itulah persetubuhan itu terjadi. Spontan,
tanpa suara, sebentar, cepat, dan dari belakang…
Saya terbangun oleh suara ibuku yang mengingatkan agar
segera mandi dan salat ashar…
[K-1072014]
Posting Komentar